A. JABARIYAH
Jabariyah merupakan salah satu dari beberapa aliran kalam atau teologi di dalam islam. Secara bahasa, Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti terpaksa atau mengandung makna alzamahu bi fi’lihi, yakni berkewajiban atau terpaksa dalam pekerjaannya. Adapun menurut istilah para ahli ilmu kalam Jabariyah adalah suatu aliran atau paham kalam yang berpendapat bahwa manusia itu di dalam perbuatannya serba terpaksa (majbur) artinya perbuatan manusia itu pada hakikatnya adalah perbuatan Allah SWT.
Jabariah adalah pendapat yang tumbuh dalam masyarakat Islam yang melepaskan diri dari seluruh tanggungjawab. Dalam paham ini manusia akhirnya tidak bersalah dan tidak berdosa, sebab ia hanya digerakkan oleh kekuatan di atasnya dimana ia tidak lain laksana robot, yang mati tidak berarti. Dengan demikian, dalam paham mereka manusia itu serba terpaksa di dalam perbuatannya. Ia tidak mempunyai kekuasaan, kehendak, dan kebebasan memilih . Di dalam paham ini, manusia sama seperti sehelai bulu yang diterpa angin. Paham semacam inilah yang di dalam dunia kalam disebut paham / aliran Jabariyah. Dalam bahasa Inggris paham ini disebut Fatalism / Predestination. Jadi, Jabariyah adalah golongan dalam Islam yang berpendapat bahwa manuisa tidak mempunyai kemampuan (qudrah) untuk melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu perbuatan dengan kemauan (iradah)-nya sendiri, tetapi harus mengikuti apa yang telah digariskan Tuhan.
Pendapat utama aliran Jabariyah terutama adalah pada permasalahan kadar dan kemampuan manusia untuk dapat memilih dan melakukan suatu hal. Hal ini tercermin dari perkataan / pendapat Jabariyah yang paling terkenal yaitu :“Qudrat dan iradat itu adalah sebagai alat yang dibekukan dan yang sudah dicabut kekuasaannya. Adapun hakekatnya, segala pekerjaan dan usaha apa saja yang kita lakukan ini, merupakan paksaan dari Allah SWT semata – mata. Sedang manusia itu tidak campur tangan sedikit juapun. Bahkan kebaikan dan kejahatan yang diperbuat manusia itupun adalah semata – mata paksaan Tuhan belaka, yang kemudian Allah membalasnya kelak dengan kenikmatan atau siksaan.”
Secara umum ciri-ciri (yang juga merupakan pendapat dan ajaran ) paham Jabariyah adalah :
Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan Qadariyah, yaitu pada paruh pertama abad ke-2 H / ke-8 M.Paham jabariyah berkembang pesat pada kekuasaan Daulat Umayah (661 – 750 M), dukungan Bani Umayah kepada Jabariyah didasarkan pada pengabsahan teologis yang diberikan kaum Jabariyah atas kekuasaan Umayah. Menurut Jabariyah, khilafat yang dipegang Bani Umayah adalah ketentuan dan takdir Ilahi yang harus diterima setiap orang, meskipun diketahui bahwa kursi kekhalifahan itu dipegang oleh Bani Umayah melalui tipu daya yang sangat licik terhadap Ali bin Abi Thalib. Namun bagi Jabariyah semua itu sudah merupakan ketentuan Allah dan setiap muslim tidak kuasa menghindarinya. Selanjutnya, Jabariyah juga memberikan legimitasi atas system pergantian kekuasaan yang dilakukan Bani Umayah secara turun temurun (monarki). Orang islam pertama yang memperkenalkan paham Jabariyah adalah Ja’ad bin Dirham. Paham ini kemudian diterima dan disebarluaskan oleh Jahm bin Sofwan. Tokoh yang disebut terakhir inilah yang oleh para ahli yang dipandang sebagai tokoh pendiri aliran Jabariyah yang sesungguhnya, sehingga aliran ini sering pula dinisbahkan kepada namanya dengan sebutan aliran Jahmiyah.
Mengenai asal – usul aliran Jabariyah di dalam islam, pada umumnya para ahli beranggapan bahwa aliran tersebut muncul sebagai akibat dari paham agama yahudi. Dikatakan bahwa Ja’ad bin Dirham mengambil paham Jabariyah tersebut dari seorang Yahudi di Syam (suriah). Pendapat yang lebih mendetail mengatakan bahwa paham ini bersumber dari fikiran seorang Yahudi yang bernama Thalut bin A’shom yang sengaja diinfiltrasikan ke dalam Islam pada permulaan Khulafaur Rasyidin, kemudian disebarkan oleh Ibban bin Sam’an dan Ja’ad bin Dirham.
Namun Abu Zahrah tidak menganggap paham orang yahudi sebagai satu – satunya yang mempengaruhi munculnya paham jabariyah. Kemunculannya sangat mungkin juga karena pengaruh paham orang – orang persia yang berlatar belakang agama zoroaster dan manu. Abu Zahrah menyebutkan adanya sebuah berita, yang menceritakan bahwa seorang laki – laki persia datang kepada Rasulullah SAW seraya berkata ;”Engkau telah melihat orang persia mengawini anak – anak dan saudara perempuannya. Apabila ditanya kenapa mereka berbuat demikian, maka mereka menjawab ini adalah Qada dan Qadar Tuhan.” Lalu Rasulullah berkata;” Akan ada diantara umatku yang berpaham demikian, dan mereka itu majusi umatku.”
Bukti – bukti lain juga menunjukkan pada kita bahwa “agama yang lebih tua” dari Islam pun mempunyai sekte yang mempunyai pandangan yang serupa dengan jabariyah, aliran ini disebut serba tentu atau determinisme. Dalam agama Yahudi disebut aliran Qurra, dalam Roma Khatolik dinamakan Agustinus dan dalam Protestan dinamakan Lutheranisme.
Jika ingin melihat lebih jauh lagi, ternyata paham serupa dengan Jabariyah sebenarnya telah ada jauh sebelum peradaban Islam. Zeno (350 – 264 S.M) dari Yunani yang merupakan penerus ajaran Plato (Neoplatonisme), mengemukakan sebuah pandangan bahwa benda dan roh itu adalah sama, alam ini terjadi daripada benda yang disukai luar dalam oleh roh benar, sehingga makhluk itu tidak dapat berbuat apa – apa.
Terlepas dari benar ada atau tidak adanya pengaruh dari luar seperti yang telah di kemukakan seperti diatas, di dalam Al-Qur’an pun terdapat ayat – ayat yang bisa dikatakan mengarah kepada paham Jabariyah. Ayat – ayat tersebut antara lain adalah firman Allah SWT dalam surat as-Saffat ayat 96 yang artinya;”Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” Pada surat lain Allah SWT berfirman ;”Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh mahfuz) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. 57 ayat 22). Selanjutnya di dalam ayat lain Allah SWT menegaskan ;”Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar…” (QS. 8 ayat 17). Kemudian di dalam firman-Nya yang lain Allah SWT menyatakan; ”Dan kamu tidak menghendaki (menempuh jalan itu), kecuali bila dikendaki Allah…” (QS. 76 ayat 30). Berbeda dengan aliran Qadariyah, aliran Jabariyah memahami ayat – ayat tersebut dengan pengertian yang cepat ditangkap dari lahiriah ayat – ayat tersebut, sehingga mendukung paham mereka. Dengan demikian, maka paham ini dapat hidup dan berkembang dalam dunia islam, terlepas dari kenyataan ada atau tidak adanya pengaruh dari paham yang masuk dari luar.
Harun Nasution melihat bahwa kelahiran Jabariyah tidak bisa dilepaskan dari kenyataan geografis, sosiologis dan historis bangsa Arab yang hidup di tengah padang pasir tandus. Factor geografis tersebut mempengaruhi cara berfikir dan tingkat kebudayaan mereka. Kebudayaan mereka sangat sederhana dan banyak bergantung kepada kehendak alam. Mereka merasa diri lemah dan tidak berdaya menghadapi tantangan yang demikian keras. Hal inilah yang membawa mereka kepada sikap fatalistis.
Tokoh – tokoh utama dalam aliran Jabariyah antara lain :
a. Ja’ad bin Dirham
Seperti telah disebutkan diatas, bahwa Ja’ad disebut – sebut sebagai orang Islam pertama yang memperkenalkan paham Jabariyah ke dalam Islam. Karena diangap menyimpan, Ja’ad dituduh sebagai mulhid (menyimpang dari ajaran agama yang benar) dan bahkan zindiq (menyembunyikan kekafiran). Ja’ad mati terbunuh pada akhir masa pemerintahan Bani Umayah, dan yang disebut – sebut sebagai pembunuhnya adalah Salim bin Ahwaz al Mazini.
b. Jahm bin Sofwan
Dipandang sebagai pendiri aliran Jabariyah. Jahm juga merupakan pendiri golongan al Jahmiah dalam kalangan Murji’ah dan juga sebagai sekretaris dari Syuraih Ibn al Haris, ia turut dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayah. Dalam perlawanan itu Jahm sendiri dapat ditangkap dan kemudian dihukum bunuh pada tahun 131 H.
Meskipun kaum Qadariyah dan Jahmiyah sudah musnah namun ajarannya masih tetap dilestarikan. Karena kaum Mu'tazilah menjadi pewaris kedua pemahaman tersebut dan mengadopsi pokok-pokok ajaran kedua kaum tersebut. Selanjutnya ditangan Mu'tazilah paham-paham tersebut segar kembali. Sehingga Imam As-Syafi'i menyebutnya Wasil, Umar, Ghallan al-Dimasyq sebagai tiga serangkai yang seide, itulah sebabnya kaum Mu'tazilah dinamakan juga kaum Qadariyah dan Jahmiyah.
C. SEKTE – SEKTE
Menurut Syahrastani, terdapat tiga golongan dalam Jabariyah, yaitu :
1. Jahmiyah
Jahmiyah adalah sekte para pengikut Jahm bin Sofwan, salah seotrang yang paling berjasa besar dalam mengembangkan aliran Jabariyah. Ajaran Jahmiyah yang terpenting adalah al Bari Ta’ala (Allah SWT Tuhan Maha Pencipta lagi Maha Tinggi) Allah SWT tidak boleh disifatkan dengan sifat yang dimiliki makhluk-Nya, seperti sifat hidup (hay) dan mengetahui (‘alim), karena penyifatan seperti itu mengandung pengertian penyerupaan Tuhan dengan makhluk-Nya, padahal penyerupaan seperti itu tidak mungkin terjadi.
2. Najjariyah
Sekte ini dipimpin oleh Al Husain bin Muhammad an Najjar (w. 230 H / 845 M). Ajaran yang dikemukakan bahwa Allah memiliki kehendak terhadap diri-Nya sendiri, sebagaimana Allah mengetahui diri-Nya. Tuhan menghendaki kebaikan dan kejelekan, sebagaimana ia menghendaki manfaat dan mudzarat.
3. Dirariyah
Sekte ini dipimpin oleh Dirar bin Amr dan Hafs al Fard. Kedua pemimpin tersebut sepakat meniadakan sifat – sifat Tuhan dan keduanya juga berpendirian bahwa Allah SWT itu Maha Mengetahui dan Maha Kuasa, dalam pengertian bahwa Allah itu tidak jahil (bodoh) dan tidak pula ‘ajiz (lemah).
Dari ketiga golongan ini, syahrastani mengklarifikasikan menjadi dua bagian besar. Pertama, Jabariyah murni yang berpendapat bahwa baik tindakan maupun kemampuan manusia melakukan seutu kemauan atau perbuatannya tidak efektif sama sekali. Kedua Jabariyah moderat yang berpandangan bahwa manusia mempunyai sedikit kemampuan untuk mewujudkan kehendak dan perbuatannya.
DAFTAR BACAAN :
Pendapat utama aliran Jabariyah terutama adalah pada permasalahan kadar dan kemampuan manusia untuk dapat memilih dan melakukan suatu hal. Hal ini tercermin dari perkataan / pendapat Jabariyah yang paling terkenal yaitu :“Qudrat dan iradat itu adalah sebagai alat yang dibekukan dan yang sudah dicabut kekuasaannya. Adapun hakekatnya, segala pekerjaan dan usaha apa saja yang kita lakukan ini, merupakan paksaan dari Allah SWT semata – mata. Sedang manusia itu tidak campur tangan sedikit juapun. Bahkan kebaikan dan kejahatan yang diperbuat manusia itupun adalah semata – mata paksaan Tuhan belaka, yang kemudian Allah membalasnya kelak dengan kenikmatan atau siksaan.”
Secara umum ciri-ciri (yang juga merupakan pendapat dan ajaran ) paham Jabariyah adalah :
- Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang menentukannya.
- Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
- Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
- Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
- Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
- Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
- Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
- Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah.
Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan Qadariyah, yaitu pada paruh pertama abad ke-2 H / ke-8 M.Paham jabariyah berkembang pesat pada kekuasaan Daulat Umayah (661 – 750 M), dukungan Bani Umayah kepada Jabariyah didasarkan pada pengabsahan teologis yang diberikan kaum Jabariyah atas kekuasaan Umayah. Menurut Jabariyah, khilafat yang dipegang Bani Umayah adalah ketentuan dan takdir Ilahi yang harus diterima setiap orang, meskipun diketahui bahwa kursi kekhalifahan itu dipegang oleh Bani Umayah melalui tipu daya yang sangat licik terhadap Ali bin Abi Thalib. Namun bagi Jabariyah semua itu sudah merupakan ketentuan Allah dan setiap muslim tidak kuasa menghindarinya. Selanjutnya, Jabariyah juga memberikan legimitasi atas system pergantian kekuasaan yang dilakukan Bani Umayah secara turun temurun (monarki). Orang islam pertama yang memperkenalkan paham Jabariyah adalah Ja’ad bin Dirham. Paham ini kemudian diterima dan disebarluaskan oleh Jahm bin Sofwan. Tokoh yang disebut terakhir inilah yang oleh para ahli yang dipandang sebagai tokoh pendiri aliran Jabariyah yang sesungguhnya, sehingga aliran ini sering pula dinisbahkan kepada namanya dengan sebutan aliran Jahmiyah.
Mengenai asal – usul aliran Jabariyah di dalam islam, pada umumnya para ahli beranggapan bahwa aliran tersebut muncul sebagai akibat dari paham agama yahudi. Dikatakan bahwa Ja’ad bin Dirham mengambil paham Jabariyah tersebut dari seorang Yahudi di Syam (suriah). Pendapat yang lebih mendetail mengatakan bahwa paham ini bersumber dari fikiran seorang Yahudi yang bernama Thalut bin A’shom yang sengaja diinfiltrasikan ke dalam Islam pada permulaan Khulafaur Rasyidin, kemudian disebarkan oleh Ibban bin Sam’an dan Ja’ad bin Dirham.
Namun Abu Zahrah tidak menganggap paham orang yahudi sebagai satu – satunya yang mempengaruhi munculnya paham jabariyah. Kemunculannya sangat mungkin juga karena pengaruh paham orang – orang persia yang berlatar belakang agama zoroaster dan manu. Abu Zahrah menyebutkan adanya sebuah berita, yang menceritakan bahwa seorang laki – laki persia datang kepada Rasulullah SAW seraya berkata ;”Engkau telah melihat orang persia mengawini anak – anak dan saudara perempuannya. Apabila ditanya kenapa mereka berbuat demikian, maka mereka menjawab ini adalah Qada dan Qadar Tuhan.” Lalu Rasulullah berkata;” Akan ada diantara umatku yang berpaham demikian, dan mereka itu majusi umatku.”
Bukti – bukti lain juga menunjukkan pada kita bahwa “agama yang lebih tua” dari Islam pun mempunyai sekte yang mempunyai pandangan yang serupa dengan jabariyah, aliran ini disebut serba tentu atau determinisme. Dalam agama Yahudi disebut aliran Qurra, dalam Roma Khatolik dinamakan Agustinus dan dalam Protestan dinamakan Lutheranisme.
Jika ingin melihat lebih jauh lagi, ternyata paham serupa dengan Jabariyah sebenarnya telah ada jauh sebelum peradaban Islam. Zeno (350 – 264 S.M) dari Yunani yang merupakan penerus ajaran Plato (Neoplatonisme), mengemukakan sebuah pandangan bahwa benda dan roh itu adalah sama, alam ini terjadi daripada benda yang disukai luar dalam oleh roh benar, sehingga makhluk itu tidak dapat berbuat apa – apa.
Terlepas dari benar ada atau tidak adanya pengaruh dari luar seperti yang telah di kemukakan seperti diatas, di dalam Al-Qur’an pun terdapat ayat – ayat yang bisa dikatakan mengarah kepada paham Jabariyah. Ayat – ayat tersebut antara lain adalah firman Allah SWT dalam surat as-Saffat ayat 96 yang artinya;”Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” Pada surat lain Allah SWT berfirman ;”Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh mahfuz) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. 57 ayat 22). Selanjutnya di dalam ayat lain Allah SWT menegaskan ;”Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar…” (QS. 8 ayat 17). Kemudian di dalam firman-Nya yang lain Allah SWT menyatakan; ”Dan kamu tidak menghendaki (menempuh jalan itu), kecuali bila dikendaki Allah…” (QS. 76 ayat 30). Berbeda dengan aliran Qadariyah, aliran Jabariyah memahami ayat – ayat tersebut dengan pengertian yang cepat ditangkap dari lahiriah ayat – ayat tersebut, sehingga mendukung paham mereka. Dengan demikian, maka paham ini dapat hidup dan berkembang dalam dunia islam, terlepas dari kenyataan ada atau tidak adanya pengaruh dari paham yang masuk dari luar.
Harun Nasution melihat bahwa kelahiran Jabariyah tidak bisa dilepaskan dari kenyataan geografis, sosiologis dan historis bangsa Arab yang hidup di tengah padang pasir tandus. Factor geografis tersebut mempengaruhi cara berfikir dan tingkat kebudayaan mereka. Kebudayaan mereka sangat sederhana dan banyak bergantung kepada kehendak alam. Mereka merasa diri lemah dan tidak berdaya menghadapi tantangan yang demikian keras. Hal inilah yang membawa mereka kepada sikap fatalistis.
Tokoh – tokoh utama dalam aliran Jabariyah antara lain :
a. Ja’ad bin Dirham
Seperti telah disebutkan diatas, bahwa Ja’ad disebut – sebut sebagai orang Islam pertama yang memperkenalkan paham Jabariyah ke dalam Islam. Karena diangap menyimpan, Ja’ad dituduh sebagai mulhid (menyimpang dari ajaran agama yang benar) dan bahkan zindiq (menyembunyikan kekafiran). Ja’ad mati terbunuh pada akhir masa pemerintahan Bani Umayah, dan yang disebut – sebut sebagai pembunuhnya adalah Salim bin Ahwaz al Mazini.
b. Jahm bin Sofwan
Dipandang sebagai pendiri aliran Jabariyah. Jahm juga merupakan pendiri golongan al Jahmiah dalam kalangan Murji’ah dan juga sebagai sekretaris dari Syuraih Ibn al Haris, ia turut dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayah. Dalam perlawanan itu Jahm sendiri dapat ditangkap dan kemudian dihukum bunuh pada tahun 131 H.
Meskipun kaum Qadariyah dan Jahmiyah sudah musnah namun ajarannya masih tetap dilestarikan. Karena kaum Mu'tazilah menjadi pewaris kedua pemahaman tersebut dan mengadopsi pokok-pokok ajaran kedua kaum tersebut. Selanjutnya ditangan Mu'tazilah paham-paham tersebut segar kembali. Sehingga Imam As-Syafi'i menyebutnya Wasil, Umar, Ghallan al-Dimasyq sebagai tiga serangkai yang seide, itulah sebabnya kaum Mu'tazilah dinamakan juga kaum Qadariyah dan Jahmiyah.
C. SEKTE – SEKTE
Menurut Syahrastani, terdapat tiga golongan dalam Jabariyah, yaitu :
1. Jahmiyah
Jahmiyah adalah sekte para pengikut Jahm bin Sofwan, salah seotrang yang paling berjasa besar dalam mengembangkan aliran Jabariyah. Ajaran Jahmiyah yang terpenting adalah al Bari Ta’ala (Allah SWT Tuhan Maha Pencipta lagi Maha Tinggi) Allah SWT tidak boleh disifatkan dengan sifat yang dimiliki makhluk-Nya, seperti sifat hidup (hay) dan mengetahui (‘alim), karena penyifatan seperti itu mengandung pengertian penyerupaan Tuhan dengan makhluk-Nya, padahal penyerupaan seperti itu tidak mungkin terjadi.
2. Najjariyah
Sekte ini dipimpin oleh Al Husain bin Muhammad an Najjar (w. 230 H / 845 M). Ajaran yang dikemukakan bahwa Allah memiliki kehendak terhadap diri-Nya sendiri, sebagaimana Allah mengetahui diri-Nya. Tuhan menghendaki kebaikan dan kejelekan, sebagaimana ia menghendaki manfaat dan mudzarat.
3. Dirariyah
Sekte ini dipimpin oleh Dirar bin Amr dan Hafs al Fard. Kedua pemimpin tersebut sepakat meniadakan sifat – sifat Tuhan dan keduanya juga berpendirian bahwa Allah SWT itu Maha Mengetahui dan Maha Kuasa, dalam pengertian bahwa Allah itu tidak jahil (bodoh) dan tidak pula ‘ajiz (lemah).
Dari ketiga golongan ini, syahrastani mengklarifikasikan menjadi dua bagian besar. Pertama, Jabariyah murni yang berpendapat bahwa baik tindakan maupun kemampuan manusia melakukan seutu kemauan atau perbuatannya tidak efektif sama sekali. Kedua Jabariyah moderat yang berpandangan bahwa manusia mempunyai sedikit kemampuan untuk mewujudkan kehendak dan perbuatannya.
DAFTAR BACAAN :
- Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid-2, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1997.
- Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran – aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, UI Press, Jakarta, 1983.
- M. Taib Thahir Abd. Mu’in, Prof. K., Ilmu Kalam, Widjaya Jakarta, Jakarta, Cet.-4, 1978.
- Umar Hasyim, Apakah Anda Termasuk Golongan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah?, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1978.
- Aboebakar Aceh, Prof. DR. H., Sejarah Filsafat IslaCV. Ramadhani, Cet. ke-4, 1991.
- http://www.ilma95.net/jabariyah.htm
makasih info mengenai aliran ini..
BalasHapussangat membantu saya..
:)
Hapusok sma, smoga bermanfaat..
BalasHapusAssalamu'alaykum
BalasHapusmakaci info na.... izin copaz
:)
Hapustarimakasih banyak / Sukron katsiron / Thankyou So Much
BalasHapus:)
Hapus